"Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." { Wahyu 4:11}

Saturday, March 24, 2012

Joseph Kam

Joseph Kam (1769-1833) adalah seorang misionaris Protestan yang bekerja di wilayah Maluku dan sekitarnya. Joseph Kam berasal dari Belanda dan bekerja sebagai pendeta sekaligus misionaris di Maluku. Ia mendapat gelar Rasul Maluku oleh masyarakat Kristen di Maluku karena jasanya dalam perkembangan kekristenan di sana.
Joseph Kam lahir pada bulan September 1769. Ayahnya bernama Joost Kam, seorang pemangkas rambut dan pedagang kulit di ´s-Hertogenbosch, Belanda. Keluarga Kam sebenarnya berasal dari Swiss, namun kakek Joseph Kam, Peter Kam pindah ke Belanda dan menikahi seorang gadis Belanda. Keluarga Kam adalah anggota Gereja Hervormd yang dipengaruhi semangat pietisme Herrnhut, dan mempunyai hubungan dengan kelompok Herrnhut di Zeist. Kelompok pietisme Herrnhut ini memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan Joseph Kam.
Setelah Kam menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, ia membantu ayahnya dalam usaha perdagangan kulit. Kam sering mengunjungi Zeist dan menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan komunitas Herrnhut. Akibatnya timbul keinginan dalam diri Kam untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal kekristenan. Akan tetapi, ia harus menahan keinginannya itu selama bertahun-tahun karena orangtuanya tidak rela ia menjadi penginjil. Orangtuanya menginginkan Kam tetap membantu usaha perdagangan kulit.
Pada tahun 1802, ayah dan ibu Kam meninggal. Usaha perdagangan kulit semakin merosot, dan pada akhirnya kegiatannya dihentikan.Kam kemudian bekerja sebagai pesuruh di Mahkamah Nasional. Kam menikah pada tahun 1804. Dua bulan setelah melahirkan anaknya yang pertama, istri Kam meninggal. Beberapa bulan kemudian anak pertamanya meninggal dunia karena penyakit kejang-kejang. Pengalaman ini membuat Kam memutuskan untuk menjadi seorang misionaris.
Kam mengajukan surat untuk menjadi zendeling (Belanda: utusan) kepada Nederlandsch Zendeling-Genootschap (NZG). Surat ini dibahas dalam rapat NZG di Rotterdam pada tanggal 7 Desember 1807.Kam kemudian diundang untuk mengikuti tes calon zendeling.  Setelah diterima di NZG, ia dididik oleh pendeta-pendeta dari kalangan NZG di Den Haag, karena NZG belum mempunyai sekolah untuk calon penginjil. Ia belajar sambil tetap bekerja di Mahkamah Nasional. Pada tahun 1811, Mahkamah Nasional dibubarkan. Kam kemudian pindah ke Rotterdam untuk melanjutkan persiapan calon zendeling di sana.
Di Rotterdam ia melanjutkan pendidikan calon zendeling, bersama dengan Gottlob Brückner dan Johann Ch. Supper yang berasal dari Jerman. Dalam pendidikan calon zendeling, Kam dan rekan-rekannya menerima pendidikan teologi, ilmu pasti, sejarah umum, dan musik. Pada tahun 1811, pendidikan persiapan bagi Kam dianggap selesai oleh pihak NZG. Akan tetapi, ia belum dapat diberangkatkan ke daerah tujuan misi karena perang antara Inggris dan Prancis.  Belanda pada waktu itu menjadi negara bawahan Prancis, sehingga terlibat juga dalam perang tersebut.  Akhirnya, Kam dikirim NZG ke komunitas Herrnhut di Zeist sebagai tenaga pembantu sementara.
NZG kemudian berusaha untuk dapat mengirimkan Kam ke ladang misi dengan cara menyelundupkannya ke Inggris. NZG bekerja sama dengan London Missionary Society (LMS) untuk mengirimkan Kam ke Hindia-Belanda. Pada Oktober 1812, Kam dan rekan-rekannya tiba di London, setelah sebelumnya berkeliling ke Moskow, Hamburg, Kopenhagen, dan Göteborg.   Di London, Kam dan kedua rekannya menghadap pengurus LMS. Mereka kemudian dikirim ke Gosport, dekat Portsmouth untuk menerima pendidikan persiapan lagi sambil melayani jemaat-jemaat di sana.  Kam, Brückner, dan Supper dinyatakan lulus dalam ujian calon penginjil yang diadakan di London. Tahun 1813, Kam ditahbiskan menjadi pendeta di London. Dengan demikian, Kam dapat melayani sakramen di ladang misi dan siap untuk diberangkatkan ke Hindia-Belanda.

Ke Batavia, Surabaya, dan Ambon

Pada tahun 1814, Kam dalam usia 44 tahun tiba di Batavia bersama kedua rekannya, Brückner dan Supper. Pada waktu itu, gereja negara Indische Kerk bekerja sama dengan NZG untuk mendatangkan tenaga pembantu. Kam dan kedua rekannya menjadi utusan NZG sekaligus menjadi pegawai Indische Kerk. Sebenarnya mereka berniat untuk bekerja di tengah-tengah masyarakat yang belum Kristen. Namun, Indische Kerk lebih memprioritaskan pemeliharaan jemaat-jemaat yang sudah ada. Mereka harus mengisi kekosongan di jemaat-jemaat Indische Kerk yang sudah ada. Supper tetap tinggal di Batavia untuk melayani jemaat di sana, Brückner ditempatkan di Semarang, dan Kam sendiri ditempatkan di Ambon.
Pertengahan tahun 1814, perjalanan Kam ke Ambon harus dihentikan di Surabaya karena tidak ada kapal yang berlayar ke Ambon. Selama di Surabaya, Kam bekerja sementera di jemaat Indische Kerk di sana. Di Surabaya, ia bertemu dengan seorang pedagang arloji asal Jerman, Johannes Emde, yang sangat peduli dengan penginjilan di kalangan orang Jawa. Kam turut berjasa menanamkan kesadaran akan panginjilan di dalam diri Emde. Selain itu, Kam juga membentuk komunitas kecil Orang-orang Saleh Surabaya, yang giat dalam penginjilan. 
Pada Maret 1815 Kam tiba di Ambon. Sebelum Kam, sudah ada Jabez Carey, seorang misionaris Baptis - anak dari William Carey, misionaris di India yang terkenal - yang melayani di Maluku. Namun, karena perbedaan pemahaman mengenai baptisan (Kam menerima pembaptisan terhadap anak-anak, sedangkan Carey menolaknya), Carey akhirnya meninggalkan Maluku pada tahun 1818. Setibanya di Ambon, Kam langsung memulai pekerjaannya untuk menghidupkan kembali kekristenan di Ambon yang sudah lama diterlantarkan. Dalam pelayanannya di Maluku, Kam melakukan semua tugas seorang pendeta, seperti berkhotbah, mengunjungi jemaat-jemaat di pedalaman, memperdamaikan perselisihan dan pertengkaran, dan melayankan sakramen-sakramen. Selain itu, ia juga meninjau pekerjaan para guru jemaat dan membantu mereka dalam mengajar. Ia juga aktif dalam mengembangkan bacaan-bacaan Kristen, seperti Alkitab, Mazmur, Katekismus, dan khotbah-khotbah untuk jemaat-jemaat yang tidak memiliki pendeta atau guru jemaat. Ia juga memperjuangkan agar Kota Ambon menjadi pusat penginjilan di Hindia-Belanda bagian Timur. Tak lama setelah Kam tiba di Ambon, ia menikahi seorang perempuan Indo-Belanda, Sara Maria Timmerman, yang setia mendampinginya sampai akhir hidupnya. Istri Kam sangat membantunya dalam pelayanan. Ia mengajarkan Bahasa Melayu kepada para misionaris yang baru datang dari Eropa. Mereka berdua menjadi pembimbing bagi para tenaga baru ini.
 Dalam pemikiran Kam, sebelum tiba di Maluku, dia akan bertemu dengan orang-orang yang belum mengenal Kristen dan memberitakan Injil kepada mereka. Namun, tidak demikian, tugas Kam di Maluku adalah memelihara jemaat-jemaat yang sudah ada. Pengaruh pietisme dalam diri Kam membuatnya merasa bahwa seseorang harus menerima Kristus secara pribadi. Akan tetapi, gereja yang ditemuinya adalah gereja yang telah menjadi gereja rakyat, dan karena itu tidak semua orang dalam gereja menerima Kristus secara pribadi.  Kam menerima keadaan itu dan ia langsung mengisi kekosongan pendeta sejak 1800 akibat ditinggalkan pendeta-pendeta dari kalangan Veerenidge Oost-Indische Compagnie (VOC).
Kam terus melakukan perjalanan untuk melayani jemaat-jemaat di Maluku.  Dalam perjalanannya ke Maluku Tenggara, ia menderita sakit parah, dan terpaksa kembali ke Ambon. Setelah 20 tahun bekerja di Maluku, Kam meninggal pada tanggal 18 Juli 1833.  Ia dimakamkan di pekuburan Belakang Soya, Ambon yang sekarang menjadi halaman gedung gereja yang mengabadikan namanya.

Wikipedia.org.



No comments:

Post a Comment