"Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." { Wahyu 4:11}

Sunday, February 12, 2012

Pengelolaan Arsip Dan Pengambilan Keputusan Publik


Ester 6:1 Pada malam itu juga raja tidak dapat tidur. Maka bertitahlah baginda membawa kitab pencatatan sejarah, lalu dibacakan di hadapan raja.
בַּלַּיְלָה הַהוּא נָדְדָה שְׁנַת הַמֶּלֶךְ וַיֹּאמֶר לְהָבִיא אֶת־סֵפֶר הַזִּכְרֹנֹות דִּבְרֵי הַיָּמִים וַיִּהְיוּ נִקְרָאִים לִפְנֵי הַמֶּלֶךְ׃
Alkitab mengisahkan zaman Ahasyweros — dialah Ahasyweros yang merajai seratus dua puluh tujuh daerah mulai dari India sampai ke Etiopia –, pada zaman itu, ketika raja Ahasyweros bersemayam di atas takhta kerajaannya di dalam benteng Susan. Raja yang disegani pada masanya dan negara dipimpinnya menjadi negara super power. Dalam kekuasaan yang besar dan luas memerlukan pengambilan keputusan publik bijaksana.
Alkitab mengisahkan raja tersebut tidak dapat tidur setelah mendapat undangan perjamuan oleh Ratu Ester, istrinya yang nekad menghampiri raja tanpa dipanggil dimana menurut hukum saat itu dapat dijatuhi hukuman mati bila sang raha tidak berkenan ditemui seseorang yang tidak ada dalam daftar / dipanggil oleh raja. Setelah peristiwa jam kerja raja usai, raja malam itu tidak dapat tidur, dan raja mengunakan waktu terjaga di malam hari untuk mempelajari situasi kerajaan berdasarkan catatan yang dicatat dan diarsipkan oleh petugas negara yang mencatat dan mengelola arsip negara / lembaran berita negara.
Clarke’s Commentary on the Bible mencatat peristiwa ini berdasarkan Targum. Pada malam yang tidak bisa tidur raja – Targum mengatakan raja bermimpi, yang adalah sebagai berikut: – “Dan raja melihat satu di perumpamaan seorang pria yang mengucapkan kata-kata kepadanya: Haman menghendaki kepadamu membunuh, dan . membuat dirinya raja menggantikan-Mu Sesungguhnya, dia akan datang kepadamu pagi-pagi, untuk meminta dari-Mu orang yang menyelamatkan engkau dari kematian, sehingga ia dapat membunuhnya, tetapi katakanlah kepada Haman…… ”  Terlepas dari benar atau tidaknya pendapat Targum, Alkitab menyatakan bahwa raja mendatangi pembawa kitab pencatatan sejarah untuk membaca berita dalam arsip lembaran negara. Pembawa catatan sejarah yang saat ini sejajar dengan seketaris negara kemudian membacakan catatan yang tertulis sekalipun hari sudah larut yang menegaskan raja ini memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi mengelola kerajaan yang dipimpinnya.
Disetiap negara memerlukan sistem pencatatan yang diarsipkan guna pengambilan keputusan eksekutif. Kebutuhan akan arsip sudah terasa manfaatnya pada masa pemerintahan masa lalu, bahkan Yusuf berhasil mengelola kelangsungan hidup bangsa Mesir dari ancaman paceklik berkepanjangan selama 7 tahun karena didukung sistem administrasi yang di dalamnya ada arsip yang memadai. Arsip data haruslah dapat dicermati dengan bijaksana dalam membuat keputusan agar administrasi data informasi dapat dimaksimalkan manfaatnya.
Indonesia telah mengenal sistem kearsipan yang diwariskan dari pemerintahan kolonial Belanda. Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini, secara de facto sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Landarchief. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan, Lembaga Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda bernama Landarchief , berganti dengan istilah Kobunsjokan yang ditempatkan dibawah Bunkyokyoku. Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945, dimana lembaga kearsipan (landarchief) diambil oleh pemerintah RI dan ditempatkan dalam lingkungan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K), dan diberi nama Arsip Negeri. Pada tanggal 26 April 1950 melalui SK Menteri PP dan K nomor 9052/B, nama Arsip Negeri berubah menjadi Arsip Negara RIS. Kemudian Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor 69626/a/s nama Arsip Negara berganti menjadi Arsip Nasional. Pada tahun 1971, merupakan tonggak bersejarah bagi dunia kearsipan, yakni lahirnya payung hukum Undang-Undang Nomor 7/1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Tiga tahun kemudian, berdasarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974 secara tegas menyatakan, bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip Nasional Republik Indonesia yang berkedudukan di Ibukota RI dan langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Seiring perkembangan waktu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 diperbaharui dengan  Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Di dalam Undang-Undang Nomor 43 disebutkan bahwa, arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) adalah lembaga kearsipan berbentuk Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang melaksanakan tugas negara di bidang kearsipan yang berkedudukan di ibukota negara. Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI. Penyelenggaraan kearsipan nasional meliputi kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan. Pengelolaan arsip yang dimaksud adalah pengelolaan arsip dinamis dan arsip statis. ANRI sebagai lembaga kearsipan nasional wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis berskala nasional yang diterima dari lembaga negara, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan.   (lihat http://www.anri.go.id/index.php?option=config&sub_option=ME0007&p=0)
Indonesia, menurut Suryadi dalam detiknews menyatakan, semestinya belajar banyak pada negara Belanda dalam hal perhatian dan pentingnya pengelolaan arsip yang baik. Sejauh ini, bangsa Indonesia masih memiliki kesadaran arsip yang lemah. Tradisi pengarsipan kantor-kantor pemerintah sama lemahnya dengan instansi-instansi swasta. Jangankan untuk bilangan ratusan tahun atau puluhan tahun ke belakang, arsip-arsip dalam bilangan belasan tahun yang lalu saja sering tidak lengkap dan tidak tertata dengan baik. Sehingga untuk studi tentang negeri sendiri banyak ilmuwan Indonesia harus pergi ke luar negeri? Mengapa untuk studi sejarah Indonesia, misalnya, kandidat doktor kita harus pergi ke Leiden, Belanda? Suryadi mengatakan, kelemahan banyak perpustakaan kita adalah miskinnya bibliografi sumber-sumber pertama (naskah, koran, majalah, pamflet, brosur, foto, materi-materi audio visual, dan lain-lain). Sebaliknya, kekayaan sumber-sumber pertama seperti itulah yang menjadi kekuatan perpustakaan-perpustakaan di negara maju. Banyak sumber-sumber pertama tentang negeri, budaya, dan bangsa kita sendiri justru tersimpan dengan baik di perpustakaan luar negeri. Anehnya, hal itu justru sering sulit mendapatkannya di perpustakaan-perpustakaan dalam negeri.
Raja Ahasyweros terlihat sangat terampil dalam menyimak catatan berita negara dan pencatat memiliki kreditibilitas dalam memasukkan data dan informasi dalam catatan tersebut. Kebesaran kerajaan Persia terekam dalam sistem administrasi yang baik sehingga hanya dengan membaca dari sumber istana sudah memenuhi segala sesuatu data yang diperlukan. Pengelolaan arsip yang baik telah menolong Raja Ahasyweros mengambil keputusan yang cepat dan tepat sehingga permasalahan yang berpotensi menguncangkan kerajaan dapat diselesaikan dalam tempo sesingkat-singkatnya dan memenuhi segala unsur keadilan, kebenaran dan kesejahteraan.
Pengelolaan kearsipan sebenarnya bukan saja diperlukan oleh suatu negara namun setiap individu dan atau setiap organisasi memerlukan sistem administrasi yang baik dan benar termasuk di dalamnya lembaga keagamaan, gereja, ….. agar pihak pengambil keputusan dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat, lebih tepat untuk hasil lebih baik.

No comments:

Post a Comment