"Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." { Wahyu 4:11}

Wednesday, August 3, 2011

Spritualisme dari Antonius


Kehidupan spiritualitas Kristen dengan tujuan menjalani dan menghayati cita-cita Injili sebaik dan seradikal mungkin agar bersatu seerat-eratnya dengan Allah melalui Kristus melahirkan suatu konsep mengasingkan diri dari “dunia” masuk ke dalam kesunyian gurun, menjalani laku tapa yang keras, mengingkari hal hal dunia dan berdoa tanpa kunjung henti. St. Anthony pernah berkata, “Sebagaimana ikan akan mati jika terlalu lama ditaruh di darat, demikian pun rahib akan hancur jika terlalu lama tinggal di luar kesunyian.  Hidup pertapaan pada umunya digolongkan dua golongan rahib: mereka yang hidup sendiri-sendiri disebut eremit dan yang hidup bersama dalam satu biara disebut senobit.  Dalam buku “The Way of The Heart” fokus perhatian kepada rahib eremit dengan tokoh yang terkenal St. Anthony (250-356). Buku ini tulisan Henri J.M. Nouwen. Diterbitkan Harper San Francisco a division of HarperCollins Publishers
St. Antonius Tertapa mulai hidup bertapa setelah menyadari panggilan Tuhan terhadap dirinya untuk menjual apa yang dimiliki dan bagikan kepada orang miskin... kemudian mengikuti Yesus. (Matius 19:21) Bentuk mengikut Yesus adalah pertapaan di gurun menyendiri yang didasari menjauh dari dua musuh rohani utama, yakitu kemarahan dan keserakahan sebagau sumber bencana rohani.
Menyendiri adalah tungku tranformasi. Kesendirian di gurun adalah tempat perjuangan besar dan pertemuan besar melawan dorongan dari diri palsu dan pertemuan dengan Allah yang mengasihi dan memberikan jati diri baru yang sejati. Di sana berjuang terhadap tiga dorongan dunia : menjadi relevan (“mengubah batu menjadi roti”), menjadi spektakuler (“melemparkan diri ke bawah”), dan menjadi kuat (“mendapatkan semua kerajaan”). Di gurun menegaskan Allah sebagai satu-satunya sumber identitas (“Anda harus menyembah Tuhan Allahmu dan melayani Dia saja”). Melalui perjuangan melawan setan dan perjumpaan dengan Tuhan lewat kesendirian, Anthony telah belajar mendiagnosa hati orang dan suasana serta menawarkan wawasan, kenyamanan dan penghiburan orang yang berkunjung kepadanya. Dalam kesendirian bertemu dua kutub pelayanan dan spiritualitas dengan buah belas kasihan orang banyak.
Kita dipanggil untuk memberikan waktu dan tempat khusus denan Allah. Kesendirian yang relatif berbeda untuk setiap orang, tergantung karakter individu, tugas pelayanan, dan lingkungan. Ibu Teresa menasehati agar kita meluankan satu jam untuk Tuhan dalam kesendirian kita dalam hiruk pikuk kehidupan.  Tuhan yang telah menebus, Tuhan juga yang mungutus ke dalam dunia, Dia memanggil untuk bersama Dia dalam persekutuan yang tidak pernah berakhir. Di dalam kesendirian bersama Tuhan, St. Anthony menjadi seorang yang seimbang, peduli, lembut dan menjadi serupa dengan Kristus sehingga mengalir pelayanan kasih dari diri yang berubah dan diubah, hal yang sama dapat terjadi dalam diri kita yang memberikan waktu dan tempat bagi Dia dalam kesendirian kita bersama-Nya.
St. Anthony memberitahukan ada tiga aspek penting dalam keheningan yang ditemuinya dan dipelajarinya di gurun.  Aspek itu adalah:
  • Aspek pertama adalah keheningan tempat sunyi / diam sebagai  suatu misteri untuk mengantisipasi masa depan dengan mengontrol lidah. Dalam keheningan tidak membiarkan lidah membawa hidup kita ke dalam dosa. (Yak 3:2; Mzm 39:1; Ams 10:19)
  • Aspek kedua keheningan / kesunyian melindungi api batin sehingga Roh Kudus sangat nyata / hidup. Diam adalah bentuk disiplin agar Api Tuhan terus menyala.
  • Aspek ketiga adalah keheningan tempat sunyi di gurun mengajar kita berbicara karena dalam keheningan tidaklah kosong dan tiada melainkan ada kepenuhan dan keberadaan dimana hadirnya keheningan Ilahi tempat cinta kasih bersandar. Hening dalam naungan Tuhan dan bukan karena rasa malu dan bersalah.
Aspek penting yang ditemui dalam kesunyian di gurun sangat berguna dalam pelayanan. Dalam dunia yang penuh dengan percakapan yang cenderung kerewet yang tele-tele, tetap tinggal tenang memerlukan disiplin keras agar  dapat membawa diri sendiri dan yang dilayani ke dalam keheningan Allah. Bukankah dalam tinggal tenang dalam hadirat Allah disitu letak kekuatan umat Allah? ( Yesaya 7:4; 30:15) Keheningan di gurun bersama Allah bukanlah keheningan yang disebabkan kekosong, kecemas, kegelisahan namun dalam perjumpaan dengan Bapa yang adalah kasih maka keheningan yang didapat adalah kelembutan, kedamaian. Keheningan seperti ini diperlukan dalam melayani dan apapun bentuk pelayanannya.
Kesunyian diam adalah bentuk khotbah yang menyentuh hati pendengar, mencintai, peduli dan lembut yang adalah sapaan dari Tuhan. Konsep khotbah sesuatu yang baik, menarik, bergerak sehingga merangsang pikiran dan hati mengarah ke wawasan atau perasan baru tetapi akan sampai ke dalam keheningan batin? Dalam kesunyian hadir khotbah meditasi dengan sasaran Firman Tuhan masuk kedalam pikiran dan hati kita. Kotbah meditasi adalah kata-kata sederhana seperti “Tuhan adalah gembalaku” yang diucapkan dengan tenang dan terus menerus.
Kesunyian di gurun membuat peka untuk mendengar yang sangat diperlukan dalam pelayanan konseling dan membawa masuk seorang pelayan konseling dengan konseli ke dalam keheningan mencintai Allah dan menunggu Tuhan menyembuhkan melalui Firman-Nya. Roh Kudus sang penasehat Ilahi berkarya menuntun menemukan kehendak Allah dalam kehidupan konseli. Konselor  harus mampu mendengarkan sehingga menghancurkan ketakutan dan prasangka buruk dalam keheningan Ilahi.
Dalam pelayanan ada persaingan sengit dengan orang sekitar dan lembaga yang menawarkan sesuatu yang lebih menarik untuk dilakukan daripada yang mereka lakukan sehingga terjebak dalam kesibukan melayani sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu tinggal dalam keheningan Ilahi bersama Tuhan. Kesunyian di gurun membuatnya memiliki keterampilan pengorganisasian di tempat pelayanan (gereja / paroki atau dimana saja) sehingga ada ruang persekutuan. Diam dalam keheningan Ilahi tempat kualitas hati mengarah kepada kebajikan bertumbuh. Diam bukanlah  sesuatu yang nampak diam tetapi hatinya mengutuk orang lain, sebab itu dikatagorikan mengoceh tak henti-henti. Diam adalah kesendirian agar menjadi benar-benar diserap dalam persekutuan langsung dengan Allah. Diam sarana agar Allah mengisi kembal bejana hidup seorang pelayanan dalam kesibukkan melayani.
Keheningan Ilahi dalam persaingan bentuk kepalayanan adalah perjuangan melawan murka dan keserakahan dan membiarkan diri kita dilahirkan dalam perjumpaan penuh kasih dengan Yesus Kristus. Dalam keheningan ini kita hidup penuh kasih dan menyadari solidaritas dan menjangkau siapa saja yang membutuhkan.
Di gurun bukan hanya menyendiri dan hening tidak berbicara dengan Allah melainkan mendengarkan Allah. Dalam penyendiri dan hening dalam rangka hidup dalam kedamaian, Iblis si jahat datang  hendak mendegradasikan tujuan bahkan merampas semuanya, misal melalui kebosanan, ketakutan, pikiran jahat, sakit, kelemahan organ-organ tubuh. Di gurun selain tempat menyendiri dalam kesunyian dan keheningan, di sana juga tempat berdoa. Saat berdoa maka ada waktu untuk beristirahat dan berbicara kepada Allah. Doa menjadikan pelayanan kita sehari-hari  seimbang. Kesendirian dan keheningan untuk berdoa, dalam mendengarkan suara Allah dan keheningan di sana praktek doa terjalin seimbang.
Hesychia secara harfiah adalah “selalu berdoa” adalah “datang untuk beristirahat”. Hesychia atau hesychasm adalah istilah mengacu pada spiritualitas gurun. Di gurun yang sepi mencari kesendirian untuk senantiasa berdoa.
Iblis membuat kita berpikir doa sebagai suatu kegiatan dari pikiran yang melibatkan di atas kapasitas intelektual. Berdoa berpikir tentang Tuhan membuat Allah menjadi subyek yang perlu diteliti atau dianalisa. Doa demikian mengarah pada penemuan-penemuan intelektual baru tentang Allah. Sehingga orang berdoa harus datang memahami Tuhan lebih baik dengan pemikiran mendalam tentang semua yang diketahui tentang diri-Nya
Pandangan yang membatasi doa adalah bahwa doa sebagai produk dari budaya di mana nilai tinggi ditempatkan pada menguasai dunia dengan intelek. Tuhan juga, adalah masalah yang memiliki solusi, dan dengan upaya keras dari pikiran maka kita akan menemukan-Nya sehingga gaun akademik adalah pakaian resmi pelayanan dan menjadi salah satu kreteria masuk mimbar adalah gelar kesarjanaan.  Inteletual manusia terbatas. Mengalami Tuhan jauh lebih penting dari doa dan khotbah. Mengalami Tuhan dan pikiran yang diisi dengan ide-ide dari Tuhan sementara hati tetap jauh. Doa yang menekankan pemikiran tentang Allah tidak memadai. Memikirkan Allah dapat menjadi bersejarah hanya saat alami Allah.
Hesychastic doa mengarah di mana jiwa dapat tinggal dengan Allah yakni hati. Doa memerlukan hati. Nasehat penting datang dari Theophan, pertapa Kristen Rusia. Dia menyatakan bahwa, untuk berdoa adalah untuk tutun dengan pikiran dalam hati, dan di sana untuk berdiri di hadapan Tuhan, selalu ada, semua –melihat, dalam diri Anda semua selama berabad-abad.  Doa adalah berdiri di hadirat Allah dengan pikiran dan hati, bahwa itu, pada saat itu kita berada dimana tidak ada perbedaan  dan dimana kita benar-benar satu. Ada Roh Allah tinggal dan ada pertemuan besar terjadi. Berbicara dari hati ke hati sebab disana kami bersiri di hadapan wajah Tuhan, semua melihat dalam diri kita. Di dalam hati yang benar/suci berjumpa dengan Allah. (Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah).
Penulis memberikan saran kepada kita yang tidak hidup di gurun dalam berdoa dari hati yang mempengaruhi pelayanan kita sehari-hari.  Penulis merumuskan dengan disiplin terhadap :
  1. 1. Doa di hati di pelihara (dipelihara okeh doa doa pendek). John Wilmacus menasehati bahwa berdoa tidak perlu mengekspresikan kata-kata mewah, karena sering kali itu adalah frase sederhana berulang-ulang seorang anak kecil bahwa Bapa kita di surga menemukan yang palin tidak tak tertahankan.
  2. 2. Doa di hati terus menerus (gencar) Doa tidak henti menurut seorang straretz suci adalah kerinduan yang terus menerus kepada Allah. Berdoalah lebih banyak dan lebih sungguh-sungguh.
  3. 3. Doa di hati semua – inklusif. Doa yang mencakup semua keprihatinan. Berdoa dengan membawa masuk pikiran kita ke dalam hati kita dan ada berdiri di hadapan Allah, maka semua kesukaan spiritual kita menjadi doa.
Tuhan Yesus sebelum memulai pelayanan-Nya tingal di gurun. Di gurun masuk ke dalam hidup disiplin. Pertapa gurun mengajar disiplin untuk berdiri teguh, untuk berbicara kata0kata keselematan dan untuk mendekati hari mendatang dengan harapan, keberanian dan kepercayaan diri yang di dapat dalam kehening dan kesendirian yang sepi bersama Tuhan sambil berdoa kepadanya.
Berjaga-jagalah dan berdoa. Maranatha.

No comments:

Post a Comment