"Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." { Wahyu 4:11}

Tuesday, January 18, 2011

TEOLOGI KEMISKINAN DAN KEBERPIHAKAN GEREJA



Pada umumnya di dunia ini orang menderita kemiskinan dan penindasan, karena situasi yang tidak adil, atau karena struktur di dalam masyarakat itu tidak berpihak kepada kelompok orang-orang yg terpinggirkan tsb. Gereja seharusnya berfihak dalam kesetiakawanan dengan orang-orang yang menderita dan berjuang sebagai suatu bagian terpadu dari kesaksian dan misi gereja.
Keberpihakan gereja terhadap kaum miskin merefleksikan solidaritas Allah sendiri terhadap mereka yang menderita dan “hina”. Allah mengasihi orang miskin. Allah membela orang miskin. Yesus mengidentifikasikan diri-Nya sebagai saudara bagi orang miskin. Karena itu, dalam Injil Matius 25:42-45 dijelaskan Yesus mengidentifikasikan dirinya dengan mereka yang menderita (yang lapar, haus dan penjara). Oleh sebab itu gereja harus memberdayakan kelompok marginal dan memperjuangan perubahan struktur yang tidak adil (exploitatif).

Gereja masa kini, janganlah beralih esensinya dari persekutuan (koinonia) umat yang mau hidup berbagi, kemudian berubah fungsi menjadi pelembagaan ritual yang menjauhkan hidup dengan sesamanya. Ini merupakan kritik pedas para Nabi PL terhadap praktik ibadah di sekitar altar. Nabi Yesaya menyerukan: “... supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya” (Yes 58:6).

Apakah orang miskin itu penting untuk gereja?
Kemiskinan merupakan kenyataan hidup dalam sejarah manusia, dan Yesus menyatakan bahwa orang miskin akan selalu ada (Mat. 26:11).  Namun menurut Injil Matius,  si miskin adalah berhak untuk memiliki Kerajaan Sorga. Sebab ada tertulis, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3). Dan pada masa para rasul, banyak orang Kristen yang menjual hartanya dan membagikannya kepada mereka yang miskin (Kis. 2:43-47; bnd. Kis. 5:1-11).

Dari kedua nats di atas ini, tidak ada alasan gereja tidak memperhatikan si miskin. Gereja berfungsi untuk memperhatikan jemaatnya baik secara jasmani dan rohani. Karena itu, secara kontekstual, ajaran kotbah Tuhan Yesus di bukit ini (Mat 5-7) sangat mengena bagi kehidupan umat-Nya. Tujuan Yesus dalam khotbah tsb adalah mengajak orang Kristen yang miskin tidak menjadi minder, rendah diri, maupun tidak menjadi pengemis untuk menuntut pemberian, sebab iman Kristenlah yang membawa mereka mewarisi kerajaan sorga.

Jika saat ini masih banyaknya orang-orang miskin, bukan menjadi alasan untuk tidak mewarisi kerajaan sorga, tetapi juga iman dan kepercayaan orang Kristen yang menjadi bagian dalam pewarisan kerajaan sorga. Melalui pemahaman ini, maka orang Kristen yang memiliki kekayaan mau berbagi dengan mereka yang miskin untuk menjadi saluran berkat dan perwujudan pemeliharaan Tuhan atas umat-Nya.

Apakah keadilan masih dimiliki gereja?
Berbicara soal keadilan dalam hubungannya dengan kemiskinan, maka miskin yang berikutnya ini tidak dilihat dari sudurt karena ekonomi, tetapi lebih dititikberatkan dalam hubungannya dengan miskin rohani. Secara materi, kekayaan orang percaya merupakan titipan dan kepercayaan Tuhan.

Orang Kristen hanya berperan sebagai pengelola untuk menyalurkan berkat Tuhan kepada orang-orang yang membutuhkan dan kepada pelayanan pekerjaan Tuhan. Sebab alam semesta ini dengan segala kekayaannya adalah milik Tuhan. Karena itu orang Kristen yang kaya jangan menjadi miskin dalam hal kerelaan memberi. Sebaliknya orang Kristen yang miskin jangan menjadi miskin dalam hal keberanian memberi.

Kita diajak untuk setia kepada perjanjian Allah menuntut orang-orang Kristen secara pribadi dan gereja-gereja untuk menentukan sikap terhadap ketidakadilan ekonomi dan lingkungan hidup iberdasarkan keyakinan teologis. Bahwa ketidakadilan ekonomi dan lingkungan hidup dalam ekonomi global dewasa ini mengajak gereja-gereja untuk meresponnya sebagai suatu masalah iman kepada Injil Yesus Kristus. Karena masalah-masalah keadilan ekonomi dan lingkungan hidup tidak hanya merupakan isu-isu sosial, politik, dan moral, melainkan bagian terpadu dengan iman kepada Yesus Kristus dan mempengaruhi integritas gereja.

Mempraktekkan keseimbangan antara si kaya dan si miskin
Di dalam Taurat ada banyak peraturan yang melindungi orang-orang yang lemah, miskin, dan tertindas dari pengisapan dan kesewenang-wenangan. Rasul Paulus dalam pelayanannya tidak tinggal diam membiarkan mereka yang kaya namun miskin rohani dan yang miskin secara material. Paulus berupaya memberi jalan keluar dengan teori keseimbangan. Ia merancang strategi bantuan. Bantuan bagi masyarakat Yerusalem bermula di Kis.11:27-29 dan Galatia 2:10 dan berakhir di Roma 15:25-29. Paulus menekankan tugas itu dari hati nurani jemaat-jemaatnya untuk mengungkapkan kasih orang Kristen. Saling menolong dan membantu adalah cirri khas masyarakat Kristen pertama (Kis. 2: 44; 4:34-35) inilah yang mendapat penekanan supaya terjadi keseimbangan .Paulus mengutip Kel.16:18 sebagai dasar dan penguatan bahwa menimbun tidak menguntungkan dan kesederhanaan terbukti mencukupi. Kesenjangan sosial; si kaya terlalu kaya dan si miskin terlalu miskin, menjadi salah satu indikator bahwa dalam suatu komunitas masyarakat terjadi ketidak-adilan. Akibatnya bisa terjadi anarkisme. Yang kaya memperbudak dan menjajah yang miskin. Sebaliknya yang miskin bisa kurang sabar lalu memberontak main hakim sendiri (bdk. situasi di Negara kita).

Gereja (dalam arti kita sebagai persekutuan dan sebagai tubuh Kristus) tidak boleh berdiam diri tetapi harus bersuara memperjuangkan keadilan bagi semua. Gereja harus kreatif dan hidup dalam kebenaran dan keadilan, menjadikan dirinya sebagai bagian dari solusi dari setiap persoalan yang ada. Inilah yang dilakukan oleh Gereja pada zaman Rasul Paulus sebagaimana dikisahkan dalam firman Tuhan yang kita baca. Gereja mendorong masyarakat termasuk warganya untuk menopang yang lemah, menolong yang miskin, mengangkat yang jatuh, dan memberdayakan bagi yang tidak berdaya. Hal ini bukanlah dimaksudkan untuk membebani orang-orang yang memberi bantuan dan meringankan bagi yang mendapat santunan, tetapi supaya terjadi keseimbangan. Bukankah keseimbangan itu menciptakan harmoni kehidupan? Setiap warga Gereja wajib menolong yang lemah (bdk. Rom 15:1)
Yesus Kristus datang memberi perhatian bagi semua, termasuk bagi yang miskin dan tersisi. Bahkan memperjuangkan mereka yang lemah. Bukankah memberi itu kasih? Kasih harus menjadi bagian dari hidup orang yang beriman. Sebagai orang yang beriman marilah memperjuangkan keadilan sosial dan ekonomi. (Pdt.KH.Midian Sirait, Pelayan Pastoral Konseling Rakom Diakoni)

No comments:

Post a Comment